PERANCANGAN URBAN AGRICULTURE DENGAN PENDEKATAN AGRITECTURE DI JAKARTA

Pesatnya laju pertumbuhan populasi di perkotaan akan menimbulkan masalah lingkungan, mulai dari konversi lahan sampai degradasi kualitas lingkungan akibat polusi dan sampah. Apabila kondisi pertumbuhan populasi penduduk lebih besar dibandingkan laju produksi bahan pangan, maka akan terjadi bencana krisis pangan. Luas lahan pertanian di Jakarta menurun 32,5 persen selama lima tahun sejak 2012 hingga 2017. Lahan pertanian tersebut meliputi sawah (irigasi dan non irigasi), kebun/tegal, dan ladang/huma. Luas sawah menurun teru. Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Perancangan Urban Agriculture dengan pendekatan Agritecture di Jakarta bertujuan sebagai bangunan yang berorientasi terhadap ketahanan pangan sebagai sarana edukasi masyarakat. Kehadiran pusat edukasi dalam sektor pertaniaan akan mempengaruhi nilai masyarakat dalam aspek ekonomi, ekologi, sosial, estetika, edukasi dan wisata dalam menciptakan masyarakat mandiri diperkotaan dalam aspek pertanian pangan. Sebuah gagasan yang berorientasi pada ketahanan pangan di Kota Jakarta yang tertuang dalam arsitektur dapat menjadi wadah berkebun bagi masyarakat dan masyarakat untuk mempraktekkan cara bertani di perkotaan Arsitektur tersebut diharapkan menjadi tempat masyarakat untuk menambah pengetahuan khususnya di sektor bercocok tanam pertanian di perkotaan. Sebagai stratregi untuk mengatasi isu pada perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan untuk bercocok tanam. Pendekatan bangunan dengan konsep agritecture pada perancangan ini diharapkan mampu mengurangi krisis ketersedaiaan pangan pada konteks kota dengan kepadatan yang selama ini menjadi isu hangat dalam perbincangan permasalahan keterbatasan lahan pertanian dalam sekala dunia. Sehingga tercipta suatu bangunan vertikal yang bisa menjadi media alternatif bercocok tanam.